Padang || polhukrim.com
Membicarakan warisan budaya di Indonesia, seperti tak ada habisnya. Seperti salah satu budaya yang sudah mendunia dan dikenal banyak orang yaitu Lompat batu yang jadi khas kepulauan Nias di Provinsi Sumatera Utara.
Warga Nias menyebut Lompat Batu itu dalam bahasa kedaerahan dengan nama Fahombo, yang dimana sebuah tradisi yang hanya dilakukan oleh laki-laki Suku Nias.
Lompat Batu biasanya di perankan oleh pemuda dengan cara melompati tumpukan batu setinggi 2 meter untuk menunjukkan bahwa mereka sudah pantas untuk dianggap dewasa secara fisik. Selain ditampilkan sebagai acara adat, Lompat Batu ini juga bisa menjadi pertunjukan yang menarik, kepada wisatawan yang datang ke daerah itu sehingga sudah menjadi tradisi untuk tetap di lestarikan.
Bawomataluo, salah satu desa adat di Kabupaten Nias Selatan yang sangat di kenal tempat antraksi Lompat Batu tersebut yang umurnya sudah ratusan tahun. "Bawomataluo" bahasa Nias, berarti Bukit Matahari salah satu daerah yang kental dengan adat istiadat dan juga sekaligus sebagai tempat lokasi adanya Lompat Batu tersebut. Sesuai dengan letaknya yang berada di atas bukit dengan ketinggian 324 meter di atas permukaan laut, dengan umur yang sudah berabad-abad. Budaya ini tetap dilestarikan oleh masyarakat Nias Selatan di manapun mereka berdomisili termasuk di Sumatera Barat. Seperti yang diselenggarakan oleh masyarakat Nias Selatan yang tergabung dalam Organisasi Orahua Masyarakat Nias Selatan (OMANISE) Kota Padang menjadi Icon yang sangat memukau dengan memberikan suatu ketakjuban kepada para penonton serta menegangkan sebab tidak semua Orang bisa melakukan hal tersebut, dimana sangat dibutuhkan skil, mental dan fisik yang kuat pada 5/5/2024.
Pertunjukan antraksi hombo batu ini kali ke 3 di wilayah Sumatera Barat yang diselenggarakan oleh OMANISE sebagai wujud pelestarian budaya pada deklarasi organisasi OMANISE tersebut.
Ketum OMANISE "Ikhlas Dachi" juga menyampaikan bahwa Perserta "Hombo Batu" yang kita tampilkan hari ini, bukan didatangkan dari Pulau nias tetapi anak-anak kita yang tak secara kebetulan mereka kuliah di Padang. Mereka ini sudah jauh-jauh hari latihan dan dipersiapkan baik alat peraga yang digunakan, ada sekitar 3 bulan untuk latihan dan sangat-sangat penuh semangat serta pembinaan sehingga hari ini dapat kita tampilkan mereka. Tutur pengusaha sukses itu di kota Padang.
Menurut "Boroziduhu Mendrofa" sebagai ketua panitia memamparkan bahwa antraksi Lompat batu yang kita laksanakan bukan hanya untuk Masyarakat Nias Selatan saja, tetapi ini adalah kebanggaan kita Warga Nias Sumatera Barat khususnya Kota Padang. Kita berharap dukungan semua pihak untuk tetap melestarikan warisan budaya yang kita cintai ini, terutama untuk kaum muda sebagai Generasi penerus kita kedepan. paparnya Akhir kata dalam hal ini kami dari panitia berterimaksih kepada seluruh warga Nias Sumbar, yang turut hadir menyukseskan acara ini, tiada balasan dari kami biarlah Tuhan yang maha Esa menambahkan Berkat melimpah Kepada saudara-saudara semuanya, Terimaksh Ya'ahowu. Tutupnya.
Jurnalis: Ev. Zalukhu & Finjel Halawa
Membicarakan warisan budaya di Indonesia, seperti tak ada habisnya. Seperti salah satu budaya yang sudah mendunia dan dikenal banyak orang yaitu Lompat batu yang jadi khas kepulauan Nias di Provinsi Sumatera Utara.
Warga Nias menyebut Lompat Batu itu dalam bahasa kedaerahan dengan nama Fahombo, yang dimana sebuah tradisi yang hanya dilakukan oleh laki-laki Suku Nias.
Lompat Batu biasanya di perankan oleh pemuda dengan cara melompati tumpukan batu setinggi 2 meter untuk menunjukkan bahwa mereka sudah pantas untuk dianggap dewasa secara fisik. Selain ditampilkan sebagai acara adat, Lompat Batu ini juga bisa menjadi pertunjukan yang menarik, kepada wisatawan yang datang ke daerah itu sehingga sudah menjadi tradisi untuk tetap di lestarikan.
Bawomataluo, salah satu desa adat di Kabupaten Nias Selatan yang sangat di kenal tempat antraksi Lompat Batu tersebut yang umurnya sudah ratusan tahun. "Bawomataluo" bahasa Nias, berarti Bukit Matahari salah satu daerah yang kental dengan adat istiadat dan juga sekaligus sebagai tempat lokasi adanya Lompat Batu tersebut. Sesuai dengan letaknya yang berada di atas bukit dengan ketinggian 324 meter di atas permukaan laut, dengan umur yang sudah berabad-abad. Budaya ini tetap dilestarikan oleh masyarakat Nias Selatan di manapun mereka berdomisili termasuk di Sumatera Barat. Seperti yang diselenggarakan oleh masyarakat Nias Selatan yang tergabung dalam Organisasi Orahua Masyarakat Nias Selatan (OMANISE) Kota Padang menjadi Icon yang sangat memukau dengan memberikan suatu ketakjuban kepada para penonton serta menegangkan sebab tidak semua Orang bisa melakukan hal tersebut, dimana sangat dibutuhkan skil, mental dan fisik yang kuat pada 5/5/2024.
Pertunjukan antraksi hombo batu ini kali ke 3 di wilayah Sumatera Barat yang diselenggarakan oleh OMANISE sebagai wujud pelestarian budaya pada deklarasi organisasi OMANISE tersebut.
Ketum OMANISE "Ikhlas Dachi" juga menyampaikan bahwa Perserta "Hombo Batu" yang kita tampilkan hari ini, bukan didatangkan dari Pulau nias tetapi anak-anak kita yang tak secara kebetulan mereka kuliah di Padang. Mereka ini sudah jauh-jauh hari latihan dan dipersiapkan baik alat peraga yang digunakan, ada sekitar 3 bulan untuk latihan dan sangat-sangat penuh semangat serta pembinaan sehingga hari ini dapat kita tampilkan mereka. Tutur pengusaha sukses itu di kota Padang.
Menurut "Boroziduhu Mendrofa" sebagai ketua panitia memamparkan bahwa antraksi Lompat batu yang kita laksanakan bukan hanya untuk Masyarakat Nias Selatan saja, tetapi ini adalah kebanggaan kita Warga Nias Sumatera Barat khususnya Kota Padang. Kita berharap dukungan semua pihak untuk tetap melestarikan warisan budaya yang kita cintai ini, terutama untuk kaum muda sebagai Generasi penerus kita kedepan. paparnya Akhir kata dalam hal ini kami dari panitia berterimaksih kepada seluruh warga Nias Sumbar, yang turut hadir menyukseskan acara ini, tiada balasan dari kami biarlah Tuhan yang maha Esa menambahkan Berkat melimpah Kepada saudara-saudara semuanya, Terimaksh Ya'ahowu. Tutupnya.
Jurnalis: Ev. Zalukhu & Finjel Halawa